Perubahan bentuk jurnalisme konvensional menjadi online bisa disebut sebagai mediamorfosis, media massa terus melakukan perubahan dari abad ke abad sesuai dengan hasil replikasi dari realitas sosial masyarakat. Sampai saat ini teknologi baru dapat secara akrab dengan realitas masyarakat secara time and space dengan real time.
Teori Mediamorfosis bukanlah sekedar teori sebagai cara berpikir terpadu tentang evolusi teknologi media komunikasi. Alih-alih mempelajari setiap bentuk secara terpisah, mediamorfosis mendorong kita untuk memahami semua bentuk sebagai bagian dari sebuah sistem yang saling terkait, dan mencatat berbagai kesamaan dan hubungan yang ada antara bentuk-bentuk yang muncul dimasa lalu, masa sekarang dan yang sedang dalam proses kemunculannya. Dengan mempelajari sistem komunikasi secara menyeluruh, kita akan menemukan bahwa media baru tidak muncul begitu lama. Dan ketika bentuk-bentuk media komunikasi yang lebih baru muncul, bentuk-bentuk yang terdahulu biasanya tidak mati terus berkembang beradaptasi.
Menurut Roger Fidler artinya transformasi media komunikasi yang biasanya ditimbulkan akibat hubungan timbal balik yang rumit antara berbagai kebutuhan yang dirasakan, tekanan persaingan dan politik serta berbagai inovasi sosial dan teknologi (Roger Fidler : 2003).
Mediamorfosis adalah perubahan bentuk media komunikasi, biasanya disebabkan oleh interaksi kompleks dari kebutuhan-kebutuhan penting, tekanan-tekanan kompetitif dan politis, dan inovasi-inovasi sosial dan teknologis (Werne Severin dan James Tankard : 2007).
Esensi mediamorfosis adalah pemikiran bahwa media adalah “sistem adaptif, kompleks”. Yaitu media, sebagaimana sistem-sistem lain, merespons tekanan eksternal dengan proses reorganisasi-diri yang spontan. Media berevolusi menuju daya tahan hidup yang lebih tinggi dalam sebuah lingkungan yang selalu berubah.
Adapun prinsip-prinsip implementasi teknologi-teknologi media baru yang digunakan tahap lanjut transformasi media mainstream dan kemunculan komunikasi melalui media komputer. Enam prinsip dasar mediamorfosis adalah sebagai berikut :
a. Koevolusi dan Koeksistensi : semua bentuk media komunikasi hadir dan berkembang bersama dalam sistem yang adaptif dan kompleks, yang terus meluas. Begitu muncul dan berkembang, setiap bentuk baru, dalam beberapa waktu dan hingga tingkat yang beraneka ragam, memengaruhi perkembangan setiap bentuk yang lain.
b. Metamorfosis : media baru tidak muncul begitu saja dan terlepas dari yang lain, semuanya muncul secara bertahap dari metamorfosis media terdahulu. Ketika bentuk-bentuk yang lebih baru muncul, bentuk-bentuk terdahulu cenderung beradaptasi dan terus berkembang, bukan mati.
c. Pewarisan : bentuk-bentuk media komunikasi yang bermunculan mewarisi sifat-sifat dominan dari bentuk-bentuk sebelumnya. Sifat-sifat ini terus berlanjut dan menyebar melalui kode-kode komunikator yang disebut bahasa.
d. Kemampuan bertahan : semua bentuk media komunikasi dan perusahaan media dipaksa untuk beradaptasi dan berkembang agar tetap dapat bertahan dalam lingkungan yang berubah. Satu-satunya pilihan lain adalah mati.
e. Peluang dan kebutuhan : media baru tidak diadopsi secara luas lantaran keterbatasan-keterbatasan teknologi itu sendiri. Pasti selalu ada kesempatan dan alasan-alasan sosial, politik dan atau ekonomi yang mendorong teknologi media baru untuk berkembang.
f. Pengadopsian yang tertunda : teknologi-teknologi media baru selalu membutuhkan waktu yang lebih lama daripada yang diperkirakan untuk mencapai kesuksesan bisnis.
Teknologi-teknologi itu cenderung membutuhkan sedikitnya satu generasi manusia (20-30 tahun) untuk bergerak maju dari rancangan konsep hingga perluasannya pengadopsian atasnya (Roger Fidler : 2003)
Mediamorfosis memiliki prinsip-prinsip yang berasal dari tiga konsep yaitu koevolusi, kompleksitas dan konvergensi. Koevolusi adalah berkelindan dengan susunan sistem komunikasi manusia dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam kebudayaan kita. Begitu muncul dan berkembang, setiap bentuk baru, dalam beberapa waktu dan hingga tingkat yang beraneka ragam, memengaruhi perkembangan setiap bentuk lain yang ada. Koevolusi dan koeksistensi, bukan rangkaian evolusi dan penggantian. Kekayaan teknologi-teknologi komunikasi yang sekarang kita terima begitu saja tidak akan mungkin terwujud jika kelahiran setiap medium baru terjadi bersamaan dengan kematian medium terdahulu.
Sementara kompleksitas masa perubahan besar, akan ada kondisi chaos. Chaos adalah komponen penting perubahan, dari kondisi chaos lahir gagasan-gagasan baru yang mentransformasikan dan menghidupkan sistem-sistem.
Chaos pun memiliki teori yang prinsip utama teori chaos kontemporer adalah gagasan bahwa kejadian-kejadian yang terkesan tidak signifikan atau variasi-variasi awal yang remeh dalam sistem-sistem yang mengalami chaos, seperti cuaca dan ekonomi, dapat memicu peningkatan eskalasi kejadian-kejadian tidak terduga yang akhirnya mengarah pada kejadian-kejadian yang melahirkan dampak atau membawa bencana besar. Aspek teori ini sering kali digambarkan dengan contoh tentang kupu-kupu yang mengenakan sayapnya di Cina dan menimbulkan angin topan yang memorakporandakan Pantai Florida.
Kepentingan chaos bagi pemahaman kita atas perkembangan media baru, dalam teori pada kenyataannya kurang dibandingkan dalam hubungannya dengan konsep terkait lainnya-kompleksitas. Dalam konteks ini, kompleksitas mengacu pada kejadian-kejadian yang terjadi dalam sistem-sistem tertentu yang tampak mengalami chaos. Menurut fisikiawan Mitchell Waldrop tepi-tepi disekeliling chaos adalah tempat dimana gagasan-gagasan baru dan genotip-genotip inovatif selalu menggerogoti bagian-bagian tepi kemapanan.
Dan kaitannya dengan media baru adalah konvergensi yang menurut buku mediamorfosis datang dari pendapat Nicholas Negroponte bahwa semua teknologi komunikasi sama-sama sedang memasuki titik genting metamorfosis, yang hanya dapat dipahami dengan tepat jika didekati sebagai subjek tunggal. Nicholas mengakui bahwa konvergensi industri media dan teknologi digital pada akhirnya akan mengarah pada bentuk-bentuk yang dikenal sebagai komunikasi multimedia. Multimedia atau juga yang dikenal sebagai media campuran, pada umumnya didefinisikan sebagai medium yang mengintegrasikan dua bentuk komunikasi atau lebih. Media elektronik menjadi pilihan untuk perpaduan sebagai medium baru. Pada kenyataannya konvergensi selalu menjadi esensi evolusi dan proses mediamorfosis. Konvergensi berskala besar, sebagaimana kita saksikan dewasa ini dalam industri media dan telekomunikasi, mungkin terjadi hanya sekali namun bentuk-bentuk media yang ada saat ini pada kenyataannya merupakan hasil dari konvergensi-konvergensi berskala kecil yang tidak terhitung banyaknya yang sering kali terjadi sepanjang waktu. Konvergensi lebih menyerupai sebuah persilangan atau perkawinan, yang menghasilkan transformasi atas masing-masing entitas yang bertemu dan penciptaan entitas baru.
Konvergensi Menurut Boorstin dalam The Republic of Technology (1987), menggunakannya dalam pengertian yang umum, kecenderungan segala sesuatu untuk lebih menjadi seperti yang lain, dengan menambahkan pertama bahwa teknologi mencairkan dan melebur ideologi. Dan kedua, bahwa pada saat komunikasi dahulu merupakan pengganti yang lebih rendah kualitasnya bagi transportasi, maka sekarang ia telah menjadi alternatif yang disukai.
Ada pendapat lain dari the American Markle Foundation tahun 1989 bahwa konvergensi media telah mengubah komunikasi, pada saat layanan baru yang semakin luas dapat dicapai, maka semuanya itu telah mengubah cara kita hidup dan bekerja, mengubah persepsi, keyakinan, dan lembaga-lembaga kita. Penting sekali kita memahami semua dampak ini untuk mengembangkan sumber daya elektronika kita untuk kepentingan masyarakat.
Tekanan eksternal media salah satu faktor terjadinya konvergensi media dalam sistem politik dan ekonomi yang muncul dari berbagai lini. Perubahan teknologi yang sangat masif terjadi satu dasawarsa terakhir, misalnya memaksa media massa dinegeri ini mengubah segenap format industrinya, baik ditataran isi, kemasan, maupun organisasi media. Sebagai gambaran, tak ada satu media cetak nasional pun yang tidak mengubah bentuk dan kemasannya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Tidak sedikit pula yang berkali-kali mengubah bentuk dan kemasannya dengan tujuan pencarian format yang sesuai dengan keinginan konsumen. Pada level-level organisasi media, pola-pola adaptasi pun terjadi. Konvergensi media yang melanggengkan pola integrasi secara horizontal kini menjadi pilihan, baik dalam industri pertelevisian maupun surat kabar.
Ditengah upaya merespons gempuran perkembangan teknologi informasi (TI) dan komunikasi, industri surat kabar diempas krisis keuangan. Dari masa ke masa, media baru muncul menjadi alternatif bagi masyarakat. Dalam bukunya Media Now, Straubhaar (2009) menunjukkan fenomena terkini dari perkembangan media, antara lain ditandai kehadiran teknologi multimedia. Teknologi inilah yang memungkinkan terjadinya konvergensi teknologi media, telekomunikasi dan komputer. Perkembangan inovatif bidang TI dan komunikasi tersebut bukan hanya menantang produk dan layanan yang lebih dulu ada dipasar. Teknologi ikut memengaruhi gaya hidup masyarakat. Termasuk pola konsumsi media, seperti beralihnya pembaca surat kabar cetak ke online. Media baru ini bukan hanya lebih mudah diakses, tetapi juga lebih murah serta cepat karena dapat diakses lewat telepon seluler. Dari data yang dirilis Newspapaer Association of America, pada tahun 2008, terjadi kenaikan jumlah pengunjung surat kabar online 12,1 persen. Pada tahun 2007 jumlah pengunjung 60 juta dan tahun 2008 meningkat menjadi 67,3 juta (Kompas : 2009).
Teori konvergensi menyatakan bahwa berbagai perkembangan bentuk media massa terus merentang dari sejak awal siklus penemuannya. Setiap model media terbaru tersebut cenderung merupakan perpanjangan, atau evolusi dari model-model terdahulu. Dalam konteks ini internet bukanlah pengecualian.
Menurut Hilf dibuku Jurnalisme Kontemporer Saptana Septiawan, internet adalah medium terbaru yang mengkonvergensikan seluruh karakteristik dari bentuk-bentuk terdahulu. Karena itu, apa yang berubah bukanlah substansinya, melainkan mode-mode produksi dan perangkatnya.
Sementara Gracia yang juga dikutip oleh Septiawan Santana dalam Jurnalisme Kontemporer, perubahan-perubahan dalam proses komunikasi seperti kecepatan komunikasi, kapasitas storage dan fasilitas tempat mengakses informasi, densitas (kepekatan atau kepadatan) dan kekayaan arus-arus informasi, jumlah fungsional atau intelijen yang dapat ditransfer. Bahwa keunikan media baru terletak pada efisiesinya sebagai medium.
Revolusi media massa baru seperti jurnalisme online dapat memengaruhi individu secara luas. Pada jaringan komunikasi jenis elektronik memungkinkan wartawan mencari dimana keberadaan seseorang kemudian mendapatkan informasi dari berbagai tempat diseluruh dunia. Pendeknya informasi melalui jaringan komputer internet sangat memudahkan wartawan menjalankan tugasnya dimanapun ia berada.
Hal ini berkaitan dengan technological determinism theory dari Marshall McLuhan bahwa perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri. Pada dasarnya teknologi membentuk individu mulai dari cara berpikir, berperilaku, dan teknologi akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi lain.
McLuhan menyatakan bahwa budayalah yang akan membentuk komunikasi tersebut melalui :
a. Penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya.
b. Perubahan di dalam jenis-jenis komunikasi akhirnya membentuk kehidupan manusia.
c. Kita membentuk peralatan untuk berkomunikasi dan akhirnya peralatan untuk berkomunikasi yang kita gunakan membentuk atau memengaruhi kehidupan kita sendiri.
Proses perkembangan teknologi dalam jurnalisme online, tidak hanya wartawan dan medianya yang akan memengaruhi audiens melainkan wartawan konvensinal atau pun televisi dan radio akan berpikir mengarah pada jurnalisme online sebagai suatu pegangan dasar dalam membangun jaringan informasi.
Berita jadi bisa diatur secara any time, any where, and any place oleh penerima. Tidak lagi harus menunggu jadwal waktu terbit media, yang menggunakan sistem analog elektronika. Tapi kini, orang tinggal mengonline pesan yang diinginkan, serta mendata base keluasan informasi yang dibutuhkan. Ini mengubah kebiasaan selama ini. Berita koran dan majalah dibatasi jadwal waktu pagi dan sore serta jangkauan distribusi, ditambah lagi penyampaian berita yang hanya bersifat tekstual. Televisi meski dapat menghantarkan peristiwa berita lewat gambar dan suara, namun tetap dengan waktu siaran yang terjadwal dan membutuhkan persiapan on air cukup rumit. Salah satu alternatif informasi seperti jurnalisme online dapat menggabungkan kelebihan dan menutupi kekurangan kedua media tersebut. Gambar, suara dan teks berita digabung jadi satu, serta dapat disimpan kedalam data base yang dapat diakses secara online.
Daftar Pustaka :
Asa Briggs, Peter Burke. 2000. Sejarah Sosial Media. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Bill Kovach, Tom Rosenstiel. 2006. Sembilan Elemen Jurnalisme. Jakarta : Pantau.
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala Erdinaya. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Jakob Oetama. 2001. Pers Indonesia-Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulis. Jakarta : Buku Kompas.
Nurudin. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi Massa. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Richard Craig. 2005. Online Journalism Reporting, Writing and Editing For New Media. Thompson Wadsworth.
Roger Fidler. 2003. Mediamorfosis. Yogyakarta : Bentang Budaya.
Septiawan Santana. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Werner J Severin, James W. Tankard. 2007. Teori Komunikasi-Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta : Kencana Perenada Media Group.
(nina)